Skip to main content

HUKUM DAN KEKUASAAN, Dan KENAPA NEGARA BERHAK MENGHUKUM SESEORANG


BAB I

PENDAHULUAN

Hukum merupakan sesuatu yang berkenaan dengan manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Tanpa pergaulan hidup, maka tidak akan ada hukum (ubi societas ibi uis, zoon politicion ). Hukum berfungsi untuk mengatur pergaulan antar manusia.[1])
            Kehidupan manusia dalam masyarakat selain diatur oleh hukum, juga oleh kaidah-kaidah susila dan moral manusia itu sendiri, yang mana keseluruhan kaidah dan nilai ini merupakan sistem konseptual yang mewujudkan bagian dari kehidupan rohani manusia. Kaidah dan nilai-nilai moral merupakan produk kesadaran manusia.
            Seperti diketahui, bahwa disamping ketertiban sebagai tujuan pertama dan paling pokok, hukum mempunyai tujuan lain yaitu terciptanya keadilan bagi masyarakat.
            Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan adanya kepastian dalam hidup bermasyarakat yang hanya dapat diwujudkan dengan ditaatinya sgala ketentuan-ketentuan hukum yang ada.
            Pentaatan dari ketentuan-ketentuan hukum dapat dipaksakan dengan cara teratur, dalam arti tunduk pada aturan-aturan tertentu, baik menegenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya. Dalam suatu negara, pemaksaan berlakunya ketentuan-ketentuan ini berada di tangan negara beserta alat-alat perlengkapannya. [2] )
 Oleh karena untuk pemanfaatannya hukum memerlukan paksaa, maka tentu saja hukumpun memerlukan kekuasaan bagi penegaknya. Namun demikian, kekuasaan inipun memerlukan  pengaturan pula dari hukum agar tidak melampaui batas dan timbul kesewanang-wenangan.
Dalam kenyataannya, banyak terjadi ketikadilan sebagai akibat disalahgunakannya kekuasan untuk kepentingan diri sendiri maupun kelompok penguasa, yang mana perilaku buruk ini tidak lagi terjadi secara acak akan tetapi sudah melembaga secara struktural.
Pada umumnya, ketidakadilan terjadi jika. [3])
a.       Orang menindas hak orang lain,
b.      Pejabat pemerintah mengistimewakan orang tertentu secara diskriminatif,
c.       Ada orang yang tidak maupun memperoleh saran yang paling mutlak diperlukan untuk menjadi dirinya.
Dari gambaran di atas tampak bahwa hkum tidak lagi nerfungsi intuk memberikan batasan-batasan dan arah menegenai penggunaan kekuasaan, sebab kekuasaan seharusnya tunduk pada hukum, namun yang terjadi adalah sebaliknya, menciptakan banyak ketidakadilan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan antara hukum dan kekuasaan dalam prepektif filsafat hukum dan kenapa negara berhak menghukum seseorang.

BAB II

PEMBAHASAN
A.    Hubungan Antara Hukum Dengan Kekuasaan

Masyarakat manapun, untuk dapat menjadi masyarakat manusia yang didalamnya tiap manusia individual dalam kebebasan sejati dapat mengalami kehidupan yang bermartabat manusiawi tanpa harus tergantung pada kekuatan membutuhkan ketertiban berkeadilan untuk itu masyarakat memunculkan berbagai kaidah hukum yang kepatuhannya pada tingkat terakhir tidak sepenuhnya diserahkan pada kemauan bebas warga masyarakat perorangan, melainkan diterapkan dan ditegakkan oleh otoritas publik yang kewenangan dan kehadirannya diterima oleh masyarakat.[4])

Untuk mengetahui apakah hukum berfungsi di dalam masyarakat, maka yang harus diketahui adalah apakah hukum itu benar-benar berlaku dalam masyarakat.

Mengenai berlakunya hukum dalam masyarakat, terdapat beberapa anggapan, yaitu: [5])
1.      Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentunya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya (Hans Kelsen) atau bila berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan (W. Zavenbergen), atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya (J.H.A Logemann).
2.      Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. Artimya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat (toeri pengakuan).
3.      Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
Pelaksanaan hukum dalam masyarakat memerlukan kekuasaan, sebab tanpa kekuasaan hukum hanya bersifat anjuran. Akan tetapi sebaliknya kekuasaanpun memerlukan hukum untuk menentukan batas-batasnya. Hal ini sesuai dengan slogan yang sangat populer, bahwa “hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”. [6])
Kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya atas pihak lain dan sebagai suatu fenomena yang memilki berbagai bentuk, kekuasaan memiliki beberapa sumber, yaitu di samping dimiliki oleh orang yang memiliki kewenangan resmi dan kekuatan baik fisik (senjata) maupun ekonomi seringkali pula terjadi bahwa kejujuran moral yang tinggi dan pengetahuan dapat pula menjadi sumber timbulnya kekuasaan.
Pada dasarnya, kekuasaan memiliki sifat yang khas, yaitu bahwa ia cenderung untuk merangsang yang memilikinya untuk lebih berkuasa lagi. [7])
Oleh sebab itu, maka kekuasaan dapat dimulai baik atau buruk tergantung dari bagaimana si pemegang kekuasaan menggunakannya. Artinya, baik buruknya kekuasaan sentiasa harus diukur dengan kegunaanya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Hal ini merupakan suatu unsur yang mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan bagi setiap bentuk organisasi yang teratur.[8])
Pemegang kekuasaan memilki peranan yang sangat penting, dimana untuk dapat terwujudnya keadilan yang dicita-citakan antara lain akan bergantung kepada bagaiman pemegang kekuasaan menggunakan kekuasaannya. Oleh sebab itu disamping dibutuhkan hukum dan kesadaran hukum masyarakat sebagai pembatas bagi pemegang kekuasaan, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dimilki oleh penguasa adalah kejujuran dan moral yang tinggi serta pengabdian yang tinggi bagi kepentingan masyarakat sebab sebaik apapun hukum diadakan untuk membatasi perilaku penguasa, namun jika kejujuran dan moral penguasa tidak tangguh, maka pada akhirnya hukum justru akan diinjak-injak.
Untuk mengetahui kekuatan hubungan antara hukum dan kekuasaan, dapat dilihat melalui dua cara, yaitu: [9])
1)      Dengan menelaah dari konsep sanksi
Adanya perilaku yang tidak mematuhi aturan-aturan hukum menyebabkan diperlukan sanksi untuk penegakan aturan-aturan hukum itu tadi.
Karena sanksi merupakan suatu bentuk kekerasan, maka penggunaanya memerlukan legitisme yuridis (pembenaran hukum) agar menjadikannya sebagai kekerasan yang sah.

2)      Dengan menelaah dari konsep penegakan konstitusi.
Pembinaan sistem aturan-aturan hukum dalam suatu negara yang teratur adalah diatur oleh hukum itu sendiri, yang biasanya tercantum dalam konstitusi dari negara yang bersangkutan. Penegakan konstitusi itu, termasuk penegakan prosedur yang benar dalam pembinaan hukum tadi mengasumsikan digunakanya kekuatan.

Dari uraiain di atas dapat disimpulkan bahwa hukum sendiri harus mendapatkan perlindungan dari suatu unsur kekuatan yang bukan hukum untuk kepentingan yaitu kekuasaan.
Kekuatan yang diperlukan seperti tersebut di atas, dapat berwujud: [10])
1.      Keyakinan moral dari masyarakat.
2.      Persetujuan (konsensus) dari seluruh rakyat.
3.      Kewibawaan dsri seorang pemimpin kharismatik.
4.      Kekuatan semata-semata yang sewenang-sewenang (kekerasan belaka).
5.      Kombinasi dari faktor-faktor tersebut di atas.

B.     Apakah Sebanya Negara Berhak Menghukum Seseorang

Dalam usaha menjawab pertanyaan diatas , teori teori tentang mengapa orang mentaati hukum penting untuk disimak kembali .
1.      Teori kedaulatan social
Negara adalah badan yang mewakili tuhan didunia yang memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukum didunia . Para pelanggar ketertiban itu perlu memperoleh hukuman agar hukuman agar ketertiban hukum tetap terjamin
2.      Teori perjanjian social
Otoritas negara yang bersifat monopoli pada kehendak manusia itu sendiri yang menghendaki adanya kedamaian ketentraman dalam masyarakat
Mereka telah memberikan kuasa kepada negara untuk menghukum seseorang yang melanggar ketertiban.



3.      Teori kedaulatan Negara
Karena negaralah yang berdaulat , maka hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat.
Negara yang menciptakan hukum , jadi segala sesuatu harus tunduk pada negara
Adanya hukum karena adanya negara.
Hukum sendiri sebenarnya juga kekuasaan
Dalam kaitan ini , van Aveldoorn membagi ;
1. Hukum obyektif – Kekuasaan yang bersifat mengatur
2. Hukum subyektif – kekuasaan yang diatur oleh hukum obyektif
Hukum merupakan salah satu sumber kekuasaan.
Hukum merupakan pembatas kekuasaan guna menghindari penyalah gunaan kekuasaan (abuse of power).

















BAB III

KESIMPULAN
Anatara Hukum Dan Kekuasaan memiliki hubungan yang erat, yang mana untuk berlakunya hukum diperlukan pemaksaan dari kekuasaan, sebaliknya kekuasaan mebutuhkan hukum untuk meberikan batasan-batasan dalam penggunaanya.
Sebab negara berhak menghukum seseorang terdapat pada teori tentang mengapa orang mentaati hukum : Teori kedaulatan social, Teori perjanjian social, Teori kedaulatan Negara.















DAFTAR PUSTAKA
·         B.Arief Sidharta, Refleksi Terhadap Paradigma Ilmu Hukum Di Indonesia, Pps Unpad, Bandung, 1999
·         ______________, Hukum Dan Moralitas, Pps Unpad, Bandung, 1999
·         J. J. H. Bruggink, Alih Bahasa Arief Sidharta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
·         Friedman, W, Teori Filsafat Hukum, Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, Susunan I, Rajawali Pers, Jakarta, 1990
·         Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
·         Mochtar Kusumatmadja, Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, 1970
·         Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1977



[1] ) Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 11
[2] ) Mochtar Kusumaantmaja, Fungsi dan perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,   Binacipta, Bandung, 1970, hlm. 4
[3] ) B. Arief Sidharta, Hukum Dan Moralitas, PPs, Unpad, Bandung, 1999, hlm 4
[4] ) B. Arief Sidharta, Refleksi Terhadap Paradigma Ilmu Hukum Di Indonesia, PPs, Unpad, Bandung, 1999, halaman. 4
[5] ) Soerjono Soekanto & Mustafa Abdullah, Sosiologo Hukum Dalam Masyarakat, Rajawali Pers, Jakarta, 1982, halaman. 13
[6] ) Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit, halaman. 5
[7] ) Ibid, halaman. 6
[8]) Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1977, halamn.19
[9]) Lili Rasjidi, Op. Cit, halaman 80-81
[10] ) ibid, halaman. 82

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Hankam Indonesia

MAKALAH PS & KEWARGANEGARAAN DILEMA KEKUATAN MILITER INDONESIA DAN PERAN TNI-POLRI TERHADAP HANKAM INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A.      Latarbelakang Perkembangan manusia di abad ke-21 ini sangatlah cepat dan kompleks.Berbagai pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara besar telah mendorong beragam kemajuan pada negara-negara dunia ketiga.Perkembangan ini ternyata tidak saja didominasi oleh bidang tehnologi saja,melainkan juga diiringi oleh berbagai kemajuan disegala bidang kehidupan masyarakat global. Kemajuan-kemajuan tersebut diyakini akan selalu mengalami perkembangan kearah yang lebih modern dan akan melibatkan seluruh negara-negara didunia tanpa terkecuali. Kondisi yang dialami dunia secara global ini berdampak kepada pentingnya pelayanan negara kepada rakyatnya.Di Indonesia sendiri, tujuan negara tercantum jelas pada pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan

wallpaper HD

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat sore saudara sekalian, today I just want a share some a picture for your dekstop wallpaper... cekidot...

makalah sanad, urgensi dan matan hadist

SANAD DAN MATAN HADIST BAB 1 Pendahuluan Dalam mempelajari sanad Hadis Nabi SAW, seseorang harus mengetahui dua unsure penting yang menentukan keberadaan dan kualitas Hadis tersebut, yaitu  al-sanad dan al- matan.  Kedua unsure Hadis tersebut begitu sangat penting artinya dan antara yang satu dan yang lainny saling berhubungan erat, sehingga apabila salah satunya tidak ada maka akan berpengaruh terhadap, dan dapat merusak, eksistensi dan kualitas suatu Hadis. Suatu berita yang tidak memiliki sanad, menurut ulama’ Hadis tidak bisa di sebut sebagai Hadis; dan kalupun disebut juga dengan Hadis maka ia di nyatakan sebagai Hadis palsu (mawdhu’) demikian halnya juga dengan  matan,  ssebagai materi atau kandungan yang dimuat oleh Hadis, sangat menentukan keberadaan sanad, karena tidak akan dapat suatu sanad atau rangkaian para perawi di sebut ssebagai Hadis apabila tidak ada matan atau materi Hadisnya, yang terdiri dari atas perkataan,perbuatan, atau ketetapan ( taqrir ) Rosul SAW.