SANAD DAN MATAN HADIST
BAB 1
Pendahuluan
Dalam
mempelajari sanad Hadis Nabi SAW, seseorang harus mengetahui dua unsure penting
yang menentukan keberadaan dan kualitas Hadis tersebut, yaitu al-sanad
dan al-
matan. Kedua unsure Hadis tersebut begitu sangat penting artinya dan antara yang satu dan yang lainny saling berhubungan erat, sehingga apabila salah satunya tidak ada maka akan berpengaruh terhadap, dan dapat merusak, eksistensi dan kualitas suatu Hadis. Suatu berita yang tidak memiliki sanad, menurut ulama’ Hadis tidak bisa di sebut sebagai Hadis; dan kalupun disebut juga dengan Hadis maka ia di nyatakan sebagai Hadis palsu (mawdhu’) demikian halnya juga dengan matan, ssebagai materi atau kandungan yang dimuat oleh Hadis, sangat menentukan keberadaan sanad, karena tidak akan dapat suatu sanad atau rangkaian para perawi di sebut ssebagai Hadis apabila tidak ada matan atau materi Hadisnya, yang terdiri dari atas perkataan,perbuatan, atau ketetapan (taqrir) Rosul SAW.
matan. Kedua unsure Hadis tersebut begitu sangat penting artinya dan antara yang satu dan yang lainny saling berhubungan erat, sehingga apabila salah satunya tidak ada maka akan berpengaruh terhadap, dan dapat merusak, eksistensi dan kualitas suatu Hadis. Suatu berita yang tidak memiliki sanad, menurut ulama’ Hadis tidak bisa di sebut sebagai Hadis; dan kalupun disebut juga dengan Hadis maka ia di nyatakan sebagai Hadis palsu (mawdhu’) demikian halnya juga dengan matan, ssebagai materi atau kandungan yang dimuat oleh Hadis, sangat menentukan keberadaan sanad, karena tidak akan dapat suatu sanad atau rangkaian para perawi di sebut ssebagai Hadis apabila tidak ada matan atau materi Hadisnya, yang terdiri dari atas perkataan,perbuatan, atau ketetapan (taqrir) Rosul SAW.
Dan di dalam penilaian suatu Hadis, unsur sanad dan matan adalah
sangat menentukan. Oleh karenanya yang menjadi objek kajian dalam penelitian
penelitian Hadis adalah kedua unsur tersebut, yaitu sanad dan matan.
Uraian berikut akan menjelaskan tentang sanad dan matan Hadis serta berbagai
permasalahan yang berhubungan dengan keduanya.
BAB 2
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Sanad
Sanad
atau Thoriq, adalah rangkaian atau jalan periwayatan hadis yang dapat
menghubungkan matnu al-Hadist kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Misalnya
seperti kata Al-Bukhory:
حدثنامحمدبن
المثني قال : حدثناعبدالوهاب الثقفي قال:حدثنا ايوب عن ابي قلابة عن انس عن النبي
صلعم:ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الايمان:ان يكون الله ورسوله احب اليه مما
سواهما:وان يحب المرأ لايحبه الا لله:وأن يكره أن يعودفي الكفر كما يكره أن يقذف
في النار (رواه البخاري)
Artinya:
“Telah
memberitakan kepadaku Muhammad bin Al-Mutsanna ujarnya: ‘Abdul Wahhab ats-Tsaqofy
telah mengabarkan kepadaku, ujarnya: telah bercerita kepadaku Ayyub atas
pemberitaan Abi Qilabah dari Annas dari Nabi Muhammad SAW., sabdanya: 3 perkara,
yang barang siapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan iman.”
Maka
matnu-l Hadist “Tsalatsu” sampai dengan “an yuqdzafa finnar” di terima oleh
Al-Bukhory melalui sanad pertama Muhammad Ibnu al-Mutsanna, sanad kedua Abdul
Wahhab ats-Saqofy, sanad ketiga Ayyub, sanad keempat Abi Qilabah dan seterusnya
smapai sanad yang terakhir, Annas r.a., seorang sahabat yang langsung menerima
sendri dari Nabi Muhammad saw.
Dalam hal ini
juga dapat di katakana bahwa sabda Nabi tersebut di sampaikan oleh sahabat
Annas r.a. sebagai rowi pertama, kepada Abu Qilabah kemudian Abu Qilabah
sebagai rowi kedua menyampaikan kepada ats-Saqofy, dan ats-Saqofy sebagai rawi
ketiga menyampaikan kepada Muhammad Ibnu al-Mutsanna, hingga sampai kepada
al-Bukhory sebagai rawi terakhir.
dalam bidang ilmu hadist sanad itu merupakan neraca untuk menimbang shohih dan dha’ifnya suatu hadist. Andaikata salah seorang dalam sanad-sanad itu ada yang fasik atau yang tertuduh dusta maka, dho’ifnya hadist itu, hingga tak dapat di jadikan hujjah atau argumentasi untuk menetapkan suatu hukum.
dalam bidang ilmu hadist sanad itu merupakan neraca untuk menimbang shohih dan dha’ifnya suatu hadist. Andaikata salah seorang dalam sanad-sanad itu ada yang fasik atau yang tertuduh dusta maka, dho’ifnya hadist itu, hingga tak dapat di jadikan hujjah atau argumentasi untuk menetapkan suatu hukum.
·
Urgensi
Al-Sanad dalam ilmu Hadis
Dalam ilmu hadis, kritik sanad
termasuk kajian yang mendapat perhatian lebih dari para kritikus hadis, bahkan
sejak zaman Nabi, dan hal itu berjalan sampai sekarang.
Pada zaman Nabi, diantaranya dengan cara Nabi menyebutkan bahwa beliau mendapat kan hadis dari Malaikat Jibril as.
Pada zaman Nabi, diantaranya dengan cara Nabi menyebutkan bahwa beliau mendapat kan hadis dari Malaikat Jibril as.
Contoh
dari sahabat yaitu dengan cara sahabat yang satu menanyakan kepada sahabat yang
lain dari mana mendapatkan hadis tersebut.
Adapun urgensitas sanad tersebut adalah karena :
Adapun urgensitas sanad tersebut adalah karena :
a.
Hadist sebagai salah satu sumber Islam.
b.
Tidak seluruh hadist tertulis pada zaman Nabi.
c.
Munculnya pemalsuan hadist.
d. Proses
penghimpunan hadist yang cukup lama.
·
Keshahihan
Sanad Hadis
Dalam hadis, tidak semua para perawi
yang meriwayatkan hadis dikategorikan shahih dan periwayatannya diterima,
karena mereka ada juga yang mempunyai cacat.
Adapun syarat sanad hadis bisa diterima, jika memenuhi syarat sebagai berikut :
Adapun syarat sanad hadis bisa diterima, jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
Sanadnya bersambung.
b.
Periwayatan bersifat adil.
c.
Periwayatan bersifat dhobit.
d.
Terhindar dari syadz
e.
Terhindar dari ‘Illiad
·
Mengapa
ada Hadis yang Shahih dan Dha'if
Keshahihan hadis dapat di lihat dari
kekuatan sanad dan kebenaran matan.
Konsep Kekuatan sanad dilihat dari kredibilitas pera perawinya dan kesinambungan jalurnya.
Konsep Kebenaran matan dapat dilihat dari kemungkinan bahwa itu adalah perkataan seorang Nabi atau tidak nya.
Konsep Kekuatan sanad dilihat dari kredibilitas pera perawinya dan kesinambungan jalurnya.
Konsep Kebenaran matan dapat dilihat dari kemungkinan bahwa itu adalah perkataan seorang Nabi atau tidak nya.
·
Riwayat
Penguat
Dalam sebuah hadis, ada permasalahan
bahwa hadis tersebut mempunyai kualitas yang lemah, bisa jadi karena hanya
diriwayatkan oleh seorang perawi. Yang tidak mencukupi syarat-syarat tertentu.
Kondisi tersebut bisa meningkat kualitasnya, dengan adanya riwayat penguat yaitu : Status Mutaba'ah, Syawahid dan Mahfudz.
Kondisi tersebut bisa meningkat kualitasnya, dengan adanya riwayat penguat yaitu : Status Mutaba'ah, Syawahid dan Mahfudz.
1. Pengertian Mutaba'ah
Ada yang menyamakan Mutabi’ dengan syahid, tetapi ada juga yang membedakan. Adapun yang membedakannya mendefinisikan sebagai berikut:
perama”.pengertian mutaba’ah atau mutabi’ adalah suatu riwayat yang mengikuti periwayatan orang lain dari guru yang terdekat atau gurunya guru. Atau dengan pengertian hadis mutabi’ adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat lebih dari satu orang dan terletak bukan pada tingkat sahabat Nabi.
Riwayat mutabi’ biasanya berada pada tingkat tabi’in, oleh karenanya disebut dengan mutabi’ kalau penguat tersebut ada pada tabi’in.
Mutabi’ di sini biasanya menjadi penguat bagi riwayat hadis lain yang kurang kuat kualitas hadist tersebut.
Ada yang menyamakan Mutabi’ dengan syahid, tetapi ada juga yang membedakan. Adapun yang membedakannya mendefinisikan sebagai berikut:
perama”.pengertian mutaba’ah atau mutabi’ adalah suatu riwayat yang mengikuti periwayatan orang lain dari guru yang terdekat atau gurunya guru. Atau dengan pengertian hadis mutabi’ adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat lebih dari satu orang dan terletak bukan pada tingkat sahabat Nabi.
Riwayat mutabi’ biasanya berada pada tingkat tabi’in, oleh karenanya disebut dengan mutabi’ kalau penguat tersebut ada pada tabi’in.
Mutabi’ di sini biasanya menjadi penguat bagi riwayat hadis lain yang kurang kuat kualitas hadist tersebut.
Pembagian Mutaba'ah, Riwayat mutabi’
terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Pertama” Mutabi’ tam, yaitu apabila periwayat yang lebih dari satu orang itu menerima hadis tersebut dari guru yang sama. Atau apabila periwayatan mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru (mutaba’a) dari yang terdekat sampai guru yang terjauh.
Kedua” Mutabi’ Qashr, yaitu apabila para periwayat tersebut menerima hadis itu dari guru yang berbeda-beda atau apabila periwayatan mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru yang terdekat saja, tidak sampai mengikuti gurunya guru yang jauh sama sekali.
Pertama” Mutabi’ tam, yaitu apabila periwayat yang lebih dari satu orang itu menerima hadis tersebut dari guru yang sama. Atau apabila periwayatan mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru (mutaba’a) dari yang terdekat sampai guru yang terjauh.
Kedua” Mutabi’ Qashr, yaitu apabila para periwayat tersebut menerima hadis itu dari guru yang berbeda-beda atau apabila periwayatan mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru yang terdekat saja, tidak sampai mengikuti gurunya guru yang jauh sama sekali.
2. Pengertian Syawahid
Riwayat syawahid adalah riwayat lain yang diriwayakan dengan cara meriwayatkannya dengan sesuai maknanya.
Ada yang mendefinisikan, syahid adalah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi terdiri dari lebih seorang.
Syawahid ini pada intinya juga sebagai riwayat penguat atas riwayat yang lain, tetapi biasanya penguat tersebut ada pada tingkat sahabat.
Riwayat syawahid adalah riwayat lain yang diriwayakan dengan cara meriwayatkannya dengan sesuai maknanya.
Ada yang mendefinisikan, syahid adalah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi terdiri dari lebih seorang.
Syawahid ini pada intinya juga sebagai riwayat penguat atas riwayat yang lain, tetapi biasanya penguat tersebut ada pada tingkat sahabat.
Syawahid ini terbagi menjadi dua,
yaitu :
Pertama” Syahid bi al-Lafdz, yaitu apabila matan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain sesuai dengan redaksi dan maknanya dengan hadis yang dikuatkan.
Kedua” Syahid bi al-makna, yaitu apabila matan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain, namun hanya sesuai dengan maknanya secara umum.
Pertama” Syahid bi al-Lafdz, yaitu apabila matan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain sesuai dengan redaksi dan maknanya dengan hadis yang dikuatkan.
Kedua” Syahid bi al-makna, yaitu apabila matan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain, namun hanya sesuai dengan maknanya secara umum.
3. Pengertian Mahfudz
Mahfudz adalah suatu riwayat yang mempunyai ketersambungan sampai pada Nabi.
Mahfudz bisa ter masuk ke dalam kategori sanad dan matan.
Riwayat mahfudz adalah kebalikan dari riwayat yang mengandung syadz, oleh karenanya bisa dijadikan sebagai penguat dari syadz itu sendiri.
Mahfudz adalah suatu riwayat yang mempunyai ketersambungan sampai pada Nabi.
Mahfudz bisa ter masuk ke dalam kategori sanad dan matan.
Riwayat mahfudz adalah kebalikan dari riwayat yang mengandung syadz, oleh karenanya bisa dijadikan sebagai penguat dari syadz itu sendiri.
2.
Pengertian Matan
Matan dari secara bahasa artinya membelah, mengeluarkan,
mengikat. Sedangkan menurut istilah ahli hadist, matan yaitu:
perkataan
yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang meliputi pekerjaan,
perkataan, dan takrir Nabi, yang disebut sesudah hadist disebutkan sanadnya.
Contoh:
عن محمد ابي سلمة عن ابي هريرةرضي الله
عنه أنه قال:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم :لولا ان أشق علي امتي لا امرتهم
باالسواك عندكل صلاة.
Artinya:
” Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang diterimanya dari Abu Hurairah. bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Seandainya tidak memberatkan (memmbuat rumit) terhadap umatku, niscaya aku akan perintahkan mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) setiap akan melaksanakan sholat. ” (Al-Hadis)
Adapun
yang disebut matan dalam hadis tersebut yaitu:
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”
Terkait
dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dengan baik oleh para
pelajar ilmu hadist dalam mamahami Al Hadist ialah :
Ujung
sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad SAW atau bukan
matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau malah menguatkan) dan selanjutnya
dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang atau tidak.
Selain membandingkan hadist yang mempunyai sanad yang sama dalam
melakukan kritik matan, juga membandingkan hadist-hadist yang satu tema namun
berbeda sanadnya. Berikut ini akan dibandingkan dua hadist yang berbeda
sanadnya yang berisi tentang larangan mengenakan sarung sampai dabawah mata
kaki atau memanjangkan sarung.
Shahih muslim, kitab iman
Shahih muslim, kitab iman
قال مسلم : حدثنى ابو بكربن خلاد الباهلى حدثنا يحيى وهو القطان
حدثنا سفيان حدثناسليمان الآعمش عن سليمان بن مسهر عن خرشة بن الخر عن أبى ذر عن
النبيى ص م قال ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة المنّان الذى لايعطي شيئا الاّ
منّه والمنفق سلعته بالحلف الفاجر و المسبل ازره
“ Tiga jenis golongan
manusia, yang kelak, pada hari kiamat, tidak akan diajak bicara oleh Allah SWT:
pertama, seorang manusia (pemberi) tidak memberi sesuatu kecuali untuk
diungkit-ungkitkan kembali; kedua, seorang pedagang yang berusaha melariskan
barang dagangannya dengan mengucapkan sumpah-sumpah bohong(sumapah palsu), dan
ketiga,seorang yang membiarkan sarungnya terjulur sampai dibawah kedua mata
kakinya,”
Hadist di atas secara umum mengancam orang yang membiarkan
sarungnya terjulur sampai dibawah kedua mata kakinya. Dari hadis tersebut,timbul
pertanyaan,apa di balik larangan tersebut? Dan untuk mengetahui kandungan hadist
tersebut perlu di perbandingkan dengan hadist-hadist yang lain yang semakna,
yaitu. Salah satu hadist tersebut mempunyai arti yang sama dengan hadis di atas,
adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhori, sebagai berikut:
Shahih Al bukhari, kitab Al-libas,Bab man jarra izarah
Shahih Al bukhari, kitab Al-libas,Bab man jarra izarah
قال البخا رى:حد ثنا أحمد بن يونس حد ثنا زهير حد ثنا مو سى بن
عقبة عن سالم بن عبد الله عن ابيه رضي الله عنه عن النبي صلي الله عليه وسلم قا ل
من جرثوبه خيلاء لم ينظر الله اليه يوم القيامة يسترخي الاّ ان أتعاهد ذالك منه
فقال النبي ص م لست ممّّن يصنعه خيلاء
“Barang siapa menyeret
sarungnya (yakni menjulurkan sarungnya sampai menyentuh atau hampir menyentuh
tanah) karena sombong, maka Allah tidak akan memandang kepadanya pada hari
kiamat. Abu bakar R.A bertanya kepada beliau: Ya Rosulullah, salah satu sisi
sarungku selalu terjulur ke bawah, namun saya sering-sering membetulkan
letaknya.Nabi Muhammad SAW pun. Berkata kepadanya: engkau tidak termasuk
golongan orang-orang yang melakukannya karena kesombongan.”
BAB 3
PENUTUPAN
Kualitas suatu hadist sangat
di tentukan oleh kedudukan sanad dan matan hadist. Apabila sanadnya shahih dan
juga matannya shahih maka hadist itu dapat di kategorika sebagai hadist shahih
serta dapat di jadikan sebagai hujjah. Sebaliknya apabila sanad dan matannya
tidak shahih maka maka di kategorikan sebagai hadist yang dha’if dan tidak
dapat di jadikan hujjah.
Para ulama hadist berusaha
membuat metodo untk menganalisis keberadaan suatu hadist. Hal ini di lakukan
karena secara histories hadist mengalami perkembangan yang yang signifikan
dengan tandensi tertentu sehingga berujung pada tercampur aduknya Hadist yang
memang bersumber langsung dengan Rasulullah SAW dengan hadist yang bersumber
dari individu dan kelompok tertentu. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka
diformulasikan beberapa pedoman untuk menguji dan menganalisis kualitas sanad
dan matan hadist.
Demikian yang dapat kami
paparkan mengenai materi Sanad dan Matan Hadits, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan rujukan maupun
referensi yang bersangkutan dengan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Subhi
as-Shalih, Ulumul Hadits wa mushtolahu.
2.
Hasbi
as-Sidiqqie, Pokok pokok Ilmu Dirayah Hadits.
3.
Yusuf Qardawi, kayfa
Nata ‘amal ma’a al sunnah al- nabawiyah, terjemah Muhmmad al Baqir
(Bandung: Karisma,1940).
Comments
Post a Comment